Game God Eater di smartphone, dengan gameplay action yang sama dengan di main series-nya. Ooohhhh boy. Sebagai penggemar serinya yang sudah memainkan gamenya dari God Eater Burst, saya tentunya sangat kebingungan mengapa studio Shift memutuskan untuk mengangkat game ini menjadi mobage(mungkin persyaratan dari Bandai Namco agar Shift boleh membuat God Eater 3?).
Di sisi lain, tentunya saya tidak bisa menahan diri untuk mencoba gamenya, dan mumpung God Eater Online membuka open beta, saya langsung mencobanya, dan berikut adalah impresi saya.
Mostly same gameplay, different balance
Gameplay yang sama dengan God Eater biasanya tapi di smartphone, I still can’t get my head over that. Pemain masih tetap menggunakan God Arc, senjata yang bisa berganti wujud ke tiga tipe yang berbeda (melee, ranged, & shield), dan semua gerakan dan combo-nya masih sama dengan God Eater biasa, bahkan untuk devour saja pemain tetap harus menahan tombol heavy attack. Ada beberapa perubahan minor seperti karakter kini otomatis berlari setelah menahan tombol arah gerak selama 1 detik dan tidak memakan stamina dan hal-hal lainnya, but gameplay-wise it’s mostly the same God Eater game… on a smartphone (ARGH).
Satu hal yang benar-benar terasa berbeda dari gameplay langsungnya adalah tidak adanya fitur edit bullet, peluru yang ada di game ini (atau setidaknya di open beta-nya) terbatas ke tipe peluru yang bisa dibeli di toko, dan sejauh saya memainkannya, senjata tembakan di sini terasa sangat lemah, atau lebih tepatnya, melee-nya terlalu kuat.
Tidak seperti di GE1 & 2 di mana stats dan ability ditentukan oleh equipment, di sini kedua hal tersebut ditentukan oleh level karakternya. Tiap naik level, pemain akan mendapat point untuk meningkatkan stats dan juga mempelajari ability baru. Statsnya terbagi cukup jelas, mulai dari untuk menaikkan HP, oracle point, melee damage, ranged damage, stamina, dan juga luck. Untuk ability-nya (yang dinamakan “Abyss Factor” di sini), pemain dapat menaruh poin untuk skill aktif yang kurang lebih sama persis dengan Blood Arts dari GE2 dan skill pasif yang kurang lebih sama dengan ability-ability yang sebelumnya terdapat di equipment di game utamanya. Kali ini, senjata nampak hanya mempengaruhi affinity element.
Bicara soal naik level, kali ini karakter dapat naik level dengan cara melakukan “devour” pada Aragami yang telah dikalahkan. Tentunya untuk menghindari “nyampah” dari player lain di field, pemain harus menyerang Aragami tersebut beberapa kali untuk bisa mendapatkan experience. Pemain yang tidak menyerang Aragami sebelum Aragami tersebut dikalahkan tidak akan mendapatkan item ataupunexperience saat meng-“devour“, dan pemain yang hanya sedikit menyerang Aragaminya hanya akan mendapatkan sedikit experience.
Meski begitu, nampaknya pemain tidak harus meng-solo satu Aragami untuk mendapatkan experience maksimalnya. Experience yang didapatkan saat mengalahkan Aragami di field terasa lebih banyak daripada saat mengalahkan mereka di mission ataupun order (akan saya jelaskan mission dan order nanti). Bahkan saya pernah naik 5 level sekaligus dari noel-noel Vajra yang dikeroyok di field. Tentunya begitu saya sudah mencapai lv 15, experience yang didapatkan terasa sedikit.
Omong-omong soal balance, damage yang diterima dari serangan Aragami terasa lebih banyak di sini, terutama di field. Tapi mengingat pemain bisa di-revive oleh player mana saja yang lewat di field tiap kali mereka KO, saya rasa ini cukup impas. Tiap kali player KO, maka mereka akan kehilangan sedikit experience yang mereka miliki, dan jika mereka tidak di-revive oleh player lain dan harus revive, maka pemain akan kembali kehilangan sejumlah experience. Gantinya, skill Abyss Factor nampak sangat kuat di sini. Saya mengenakan Abyss Factor Spiral Meteor (shortblade, loncat + heavy attack), dan saya bisa menghasilkan damage hingga 600 poin dalam sekali serang ke Chi You, dan bisa mengalahkannya sendirian dengan mengulang-ulang jurus tersebut kira-kira 6-8 kali.
The new systems
Jadi apa saja yang membuat God Eater Online ini berbeda dari game-game sebelumnya (selain nongolnya di smartphone)? Pertama-tama, GEO memperbolehkan para pemainnya untuk turun ke “Field“, alias mapyang ada di game dengan sesuka hati pemainnya, kapanpun saja. Pemain dapat berjalan bebas di tengah field, bertemu Aragami (monster) yang muncul di field tersebut, dan juga bertemu player lain. Meski tiap mapnya lebih kecil dari map-map di GE 1 & 2, pemain juga dapat langsung berpindah dari satu map ke map lain dengan berjalan ke titik tertentu di map yang terhubung dengan map lain.
Item-item material yang bisa dipungut di tengah map juga hanya muncul saat pemain berjalan bebas di field, item tersebut sama sekali tidak muncul saat melakukan quest-quest yang akan saya jelaskan nanti. Jumlah pemain dan Aragami yang muncul saat jalan-jalan di field ini sangat banyak, bisa saja sampai ada 5-6 medium/large Aragami dan juga setidaknya 20-an player sekaligus dalam satu field, and it’s amazing. Hal ini benar-benar memperingatkan ke para pemainnya kalau GEO adalah benar-benar game online.
Jadi apa bedanya mission dengan order selain bermain dengan NPC atau pemain lain? Pembeda utama mission adalah pemain akan memakan “stamina” untuk memainkan mission (kurang lebih hal wajib semua mobage), dan mission akan menghadiahkan pemain dengan item-item yang ditujukan untuk dijual untuk menghasilkan uang (pemain tidak mendapatkan uang dari mission ataupun order). Sementara itu, order tidak memakan stamina, dan pemain akan dihadiahkan lebih banyak material Aragami untuk crafting/upgrade dari Aragami yang dikalahkan (mendapatkan material dari mission atau langsung di field sangat sulit, bahkan kadang sama sekali tidak mendapatkan item apapun saat mengalahkan Aragami di sana). Meski begitu, exp yang didapatkan paling kencang naiknya saat mengalahkan dan memakan Aragami saat berjalan-jalan di field.
Hanya 1 dari 3 mode yang ada yang memakan stamina, dan selama open beta ini, saya sama sekali tidak pernah kehabisan stamina, bahkan tidak pernah turun sampai setengahnya. Entah bagaimana mereka akan mem-balance penggunaan stamina di versi full-nya.
Jadi intinya, mission untuk mendapatkan uang dan melanjutkan cerita, order untuk mengumpulkan material Aragami dan bermain bareng player lain, dan jalan-jalan di field untuk mendapatkan material field, menaikkan level, dan sekedar menikmati kekacauan akibat banyaknya Aragami dan player yang muncul sekaligus.
Satu hal lagi yang “online game banget,” dalam artian buruk, adalah adanya status durability di semua senjata pemain yang akan terus menurun tiap kali pemain menyerang menggunakan mode senjata tersebut (atau menangkis untuk shield). Ketika durability-nya habis, maka senjata tersebut tidak bisa digunakan lagi sebelum diperbaiki di base dengan biaya yang untungnya terhitung murah (tapi entah deh apakah nantinya biaya repair senjata yang lebih kuat akan jadi lebih mahal).
Setidaknya di sini pemain bisa mengganti senjata mereka kapan saja, termasuk saat di tengah pertarungan. Somehow that is not a problem.
Sekalian saya bahas sedikit grafiknya. Kualitasnya sedikit di bawah GE2 di PS Vita, tapi mengingat jumlah karakter dan musuh yang tampil di map berkali-kali lipat lebih tinggi, saya rasa ini bisa ditoleransi. Sayangnya, efek-efek yang ditampilkan juga lebih sedikit, dan saya merasa kesulitan untuk menyadari kalau salah satu part Aragami telah pecah seandainya tidak ada notification di UI-nya.
More engaging story
Jujur saja, saya merasa story di game God Eater pertama dan kedua dimulai dengan sangat pelan dan datar. Untungnya (dan anehnya), cerita di GEO berjalan lebih enak dan karakternya lebih cepat dikenali ketimbang sekedar “oh, ini si sideboob, itu si underboob.”
GEO mengambil setting cerita beberapa tahun setelah GE2, dan kali ini tempatnya di Fenrir cabang Himalaya. Karakter pemain adalah seorang God Eater baru yang sedang dilatih. Namun, di misi latihannya, mereka bertemu dengan Aragami baru yang merusak God Arc sang MC. MC kemudian memungut God Arc lain yang kebetulan ada di tempat tersebut, dan God Arc tersebut mengamuk dan memakan teman sesama anggota baru MC, Maria. Semenjak itu, MC seringkali mendengar suara Maria yang memberitahukan dirinya tentang berbagai macam bahaya.
Berbeda juga dengan game utamanya, kali ini GEO menggunakan CG untuk menggambarkan adegan-adegan eventnya. Kualitasnya sendiri cukup oke, dan mengingat kualitas animasi story scene di GE 1 & 2 itu biasa-biasa saja (atau malah bisa dibilang kurang), this is a welcome addition.
Hard to control, as expected
Dan kita balik lagi ke masalah kenapa saya heran game God Eater dengan gameplay sama tampil di smartphone, layout kontrol-nya. GEO dimainkan dengan menggunakan touchscreen ke tombol-tombol yang ditampilkan di layar (dan cukup memakan tempat) seperti sebuah emulator konsol di smartphone.God Eater adalah hunting game yang terhitung lebih cepat permainannya dibandingkan game se-genrelainnya. Reaksi dan gerakan cepat dari pemain sangat dibutuhkan, terutama di pertengahan akhir game di mana Aragami yang muncul memiliki gerakan cepat dan seringkali berjumlah lebih dari satu. Karena itu saya merasa penggunaan kontrol a la emulator seperti ini tidak tepat.
Setelah memainkan open beta-nya, saya bisa bilang kalau gamenya “playable“. Butuh waktu untuk dibiasakan dan saya tidak bisa bermain selincah di GE1 & GE2, tapi mengeluarkan combo, menghindar, menangkis, lock-on, dan lain-lainnya masih bisa dilakukan di sini… most of the time…
Saya memainkan open beta-nya menggunakan Samsung Galaxy Note 3, dan terkadang mengalami penurunan framerate saat ada banyak musuh di layar, dan pada saat itu terkadang input-nya tidak terbaca hingga combo saya terputus. Nampaknya pemain yang menggunakan senjata yang lebih pelan tidak akan begitu tertanggu, tetapi karena saya menggunakan short blade, saya harus merubah cara bermain saya yang biasanya banyak menggunakan combo dan cancel hingga menjadi loncat->heavy attack terus-terusan saja.
Conclusion: Would actually be great… on console or PC
Seperti yang bisa ditebak, masalah utama game ini adalah perilisannya di smartphone. Game actionyang cepat dan butuh presisi tinggi terasa tidak cocok untuk dimainkan di smartphone. Ditambah lagi, melihat fitur-fiturnya yang lebih mendorong game ini sebagai game MMORPG ketimbang mobage, kenapa game ini tidak sekalian dirilis di PC atau konsol saja?
Meski begitu, saya cukup menyukai gamenya sendiri. Sistem di mana kita bisa berjalan bebas di field dan bertemu monster random dan player lain itu benar-benar kacau dan menyenangkan, saya berharap fitur sejenisnya bisa diaplikasikan ke GE3 nanti. Saya juga lebih cepat merasa tertarik dengan cerita dan karakternya ketimbang di kedua game sebelumnya. Musik-musik barunya juga terdengar enak (dan untungnya tidak jatuh ke gaya musik Go Shiina yang begitu-begitu lagi).
Menariknya, di open beta sama sekali tidak terlihat unsur gacha di game ini. Tetapi, setelah melihatsitus resminya, dikabarkan kalau nanti para pemain akan mendapatkan “Oracle Cube” di versi full-nya nanti. Dari gambarnya, rasanya kita bisa menebak apa kegunaan item tersebut.
0 Comments for "[First Impression] Game God Eater Online Open Beta"